Rabu, 21 November 2012

Dalam Hening Hati Srikandi



Sosok wanita dengan langkah tegaknya  maju kedepan telah siap untuk menghadapi peperangan. Ia sudah memastikan dirinya bergabung dalam perang bharatayudha untuk mendukung para Pandawa. Hatinya telah terpaut untuk Arjuna, dan itu yang memantapkannya untuk ikut berperang melawan keangkaraan murka. Perang ini harus terjadi, dan keberaniannya di coba disini. Panahnya sudah siap, dan iya yakin batinnya pun juga sudah siap untuk peperangan ini. Tak boleh lagi ada keraguan dalam hatinya, ini sudah menjadi keputusan hidupnya. Hidup dan mati adalah keputusan dari semua yang akan ia pertaruhkan nanti.

Tidak jauh darinya berdiri sosok Arjuna yang juga sedang dalam posisi siap. Wajahnya tampan, tenang, namun tegas. Srikandi menghela nafas melihat sosok itu, ada rasa rindu yang sebenarnya ingin ia ungkapkan namun waktu  yang belum menjadikannya tepat. Arjuna tak melihat dirinya, terlalu fokus untuk menghadapi perang dan mempersiapkan pasukan disekelilingnya. Dalam hati, Srikandi selalu bertanya-tanya, " Hei Arjuna, kekasihku... sungguh cintakah kau padaku? sedang aku tau banyak wanita disekelilingmu, adakah aku menjadi yang terindah dalam hidup dan pikiranmu?  Haruskah aku memanah mereka semua agar hanya aku yang menjadi satu-satunya? Rasanya terlalu egois dan tak sepadan. Aku mencintaimu Arjuna, pengabdianku telah kuserahkan untuk mendukung pandawa, terutama kau..." . Lalu Srikandi tertunduk sepi, matanya menatap tanah sembari mengontrol hatinya yang sulit teralihkan, Arjuna tetap menjadi dambaannya, junjungan dalam hidupnya, dan menjadi 'hidup'nya walaupun mata dan hati Arjuna tidak akan selalu menatap dirinya.

Genderang perang sudah dibunyikan, dan perang akan dimulai lagi. Entah sudah tak terhitung berapa lama mereka sudah menghadapi perang ini,dan harus berapa lama lagi akan berakhir. Tujuannya cuma satu dan itu kemenangan, pembuktian akan kebenaran, dan harga diri. Srikandi menyiapkan dirinya, memantapkan hatinya untuk tak berlama-lama berlarut pada pertanyaan cintanya pada Arjuna. Dipandangnya dengan tegas perang yang akan dihadapinya. Menegakan badannya untuk tak menoleh ke arah Arjuna dan terhanyut pada kerisauan hatinya. Dipejamkan matanya sebentar dan ditarik nafasnya dalam-dalam demi menenangkan hatinya. Dalam hati ia selalu berdoa untuk kemenangan ini dan Arjuna, " aku yakin kemenangan ini akan mejadi milik pandawa, dan semoga kau selalu diliputi lindungan untuk tetap selalu hidup dan menjadi pembelajaran yang baik untuk dunia ini. Aku berdoa untuk kebaikanmu wahai junjunganku." Kini mantap sudah Srikandi mempersiapkan dirinya dalam perang besar, menggebu-gebu hatinya untuk membantu  Pandawa memperebutkan kemenangan.

Ditumpasnya musuh yang ia hadapi, panahnya ikut membanjiri peperangan. Pertumpahan darah sudah tak terelakan, semuanya berseru pada peperangan, kata lelah tidak akan pernah berarti. Srikandi terus berlari kedepan sambil terus mengeluarkan panahnya, membiarkan takdir yang menentukan siapa yang terkena panahannya, atau siapa yang akan mengenai dirinya dengan panah atau senjata lainnya. Semangatnya masih bergejolak tinggi, ia yakin telah berada dalam pihak yang benar, dan matanya selalu awas menghadapi musuh. Hampir tak terkalahkan jiwa berani dan kehebatannnya, Srikandi menjadi wanita paling kuat dan kokoh dalam perang bharatayuda ini. Ditatapnya Bhisma dengan tegas, dan ia tau benar bahwa yang dihadapinya kini bukanlah ksatria biasa, Bhisma dikenal dengan kehebatannya dan ketenangannya dalam mengahadapi banyak hal. Namun Sriandi harus yakin, tak boleh lengah sedikitpun, dilihatnya lagi sekilas yang ada disekelilingnya dan sempat terkejut dengan keberadaan Arjuna yang ternyata tak berada jauh darinya. Tersenyum hatinya melihat sosok junjungannya itu, lalu cepat-cepat dimantapkan lagi hatinya untuk bertempur melawan Bhisma. " Arjuna... aku selalu siap berperang untukmu, pengabdianku tetap untukmu sebagai junjunganku." Setelah beberapa lama susah payah melawan Bhisma, akhirnya panah Srikandi tepat mengenai dada Bhisma dan menewaskannya saat itu juga.

Arjuna menatapnya. Dilihatnya kini Srikandi yang masih berdiri tegak usai menewaskan Bhisma, dan dengan anggun menghampiri Srikandi yang sebenarnya langsung terdiam. Siapa yang tak mengenal Bhisma? seorang Arjuna sungguh sangatlah mengenal sosok Bhisma yang sangat dihormatinya itu, tapi perang mengharuskannya mereka tampak seperti musuh. Di ajaknya Srikandi menghampiri jenasah Bhisma bersama dan menghormati kematian Bhisma dengann khidmat. Tak ada pandangan benci yang diberikan Arjuna untuk Srikandi, tatapannya masih lembut dan tenang walaupun Srikandi tahu bahwa hati Arjuna tentulah sangat sedih melihat sosok Bhisma tak lagi bernyawa. Perang telah menjadikan takdir Bhisma harus mati di tangan Srikandi, dan Arjuna jelas memahami itu. Mereka berdua berdoa dengan khidmat, dan Arjuna menata beberapa panahnya sebagai alas kepala jenasah Bhisma. Diberikannya senyum ketegaran kepada Srikandi. " Duhai junjunganku Arjuna, mengapa justru harus didepan kematian salah satu orang yang kau hormati yang membuatmu kini berada disampingku walau hanya sekejap. Tak lagi aku mampu berkata-kata, rasa sedih dan senang akan kerinduan semuanya benar-benar tercampur menjadi satu." Srikandi meratapi dirinya dalam kekosongan, dan kini harus rela membiarkan Arjuna berjalan ke arah lain untuk melanjutkan peperangan. Ditatapnya punggung Arjuna dengan pandangan sedihnya.

Srikandi cepat-cepat bangkit dari rasa sedihnya, masih ada peperangan yang harus ia hadapi dan ia sadar betul tak boleh ia terlarut lagi dalam gejolak rasa yang ada dihatinya. Ditegakannya lagi badannya, dipersiapkan busur dan panahnya dengan mantap, dan ia telah siap lagi untuk membaur dalam perang. Dikobarkannya semangat dalam dirinya, berseru ia dalam hati dan sudah mantap hatinya untuk tak pernah menyerah dalam perang ini. Srikandi selalu ingin menjadi  tangguh, dan ia mampu melawan ratusan prajurit dengan panahnya, kehebatannya sulit tertandingi dan tekadnya yang kuat adalah pelopor utama dari semua ketanggguhannnya. 

Perang Bharatyuda pun usai, namun takdir telah menentukan, dan tak ada yang mampu mengelak. Sehebat dan sekuat apapun Srikandi tak menjaminnya untuk hidup selamanya, akhirnya ia harus gugur di tangan Aswatama putera dari resi Durna justru setelah tidak ada ada lagi perang. Tidak ada penyesalan dalam hati Srikandi di detik-detik kematiannya, ia tersenyum bersyukur karena mati tidak sia-sia  usai bergabung dalam peperangan untuk membela yang benar dan mendukung junjungannya. Terbesit keindahan dalam kata-katanya sebelum akhirnya ia benar-benar tak bernyawa....

Duhai junjunganku...
tergolek lemah kini aku,
bersiap untuk terpisah darimu.
Aku selalu menyimpan hati untukmu,
hingga detik ini.
Kesunyianku sulit terbaca,
dan kerinduanku rapat tersimpan.
Tapi sungguh itu hanya untukmu.
Aku mencintaimu,
memilihmu menjadi junjunganku.
Maka dalam nafas terakhirku,
aku bahagia karena nafas ini
selalu ada cinta untukmu.
Ini bukti setiaku untukmu....


*mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan dalam cerita ini. Ini hanya gubahan dari pengarang yang mencoba menjadikannya berbeda. Kalau ada yang salah harap dimaklumi. Terimakasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar