Jangan pernah bertanya tentang ‘diam’ nya seseorang ketika
dia memutuskan diam, kalau kau sudah memilih diam maka semuanya menjadi keras
dan beku. Jadilah ia seperti tugu dalam penantian yang terbuai oleh diam.
Pertunjukan Swargaloka belum lama ini yaitu pada tanggal 21 Desember 2014 sangat berkesan,
bagaimana tidak? Kita di sajikan tentang suatu kisah sebelum Ramayana ada.
Tentang bagaimana yang menjadikan Subali, Sugriwa, dan dewi Anjani menjadi satu
sama lain yang berkaitan dalam penceritaan Ramayana nantinya. Jangan tanya
bagaimana kisah ini sebenarnya, tapi ambil makna yang sudah tersaji, mencari
lebih dalam karena keinginan terdalam, dan belajar dari kisah. Penulis sendiri
butuh waktu yang bisa di bilang lumayan lama mencari-cari atau bahkan menggali
makna yang bisa penulis jadi acuan untuk di ambil hikmah dan sisi mana yang
membuat penulis paling terkesima, dan ternyata tentang ‘diam’ nya dewi
Windradi.
Sebagian pecinta wayang pasti sudah tahu secara umum bagaimana
kisah ini, tentang hadiah bernama Cupu Manik Astagina yang di berikan oleh Dewa
Surya kepada sang Dewi Windradi yang kemudian di berikan oleh anak perempuan
satu-satunya yang bernama Anjani. Memang
hadiah dari dewa selalu menyenangkan hati, dan Anjani merasakannya. Begitu
memujanya hingga Anjani terlupa bahwa ada kedua kakaknya yang memperhatikan,
yang kemudian mempertanyakan apa di balik genggaman Anjani yang tertutup rapat
itu. Waktu tidak berdaya lagi, terbongkar apa yang di simpan oleh Anjani
sehingga mengakibatkan adanya pertemuan keluarga yang di kepalai Resi
Gotama mempertanyakan tentang hadiah
tersebut.
Anjani tidak bisa menahan diri untuk tidak menjawab
pertanyaan ayahnya, dan berhadaplah dewi Windradi yang kini bertanggungjawab
tentang hadiah tersebut. Namun, di pilihnya ‘diam’ sebagai jawaban.
Berkali-kali desakan untuk menjawab tidaklah membuka rahasia terpendam sang
Dewi. Kemudian, jadilah dewi Windradi
menjadi sebuah tugu karena amarah sang Resi. ‘Diam’ nya sang dewi adalah rahasia
penuh makna yang tidak ingin di ketahui kedalamannya.
Entahlah, pertunjukan ini membuat penulis terkagum-kagum
oleh arti ‘diam’. Ini bukan tentang diam yang tidak bersuara, tapi suara yang
menjadi ‘diam’ atau kalau mau di maknai lebih umum adalah rahasia yang
tersimpan rapat. Dari sini penulis sadar betul bahwa memang sudah sewajarnya
setiap manusia selalu punya rahasia yang tidak bisa mereka ungkapkan. Seluas
apapun pembicaraan, selalu ada makna ‘diam’ yang tersembunyi dalam sunyi. Dan, “tugu”
adalah contoh rahasia yang tak terungkap, termaknai oleh kerasnya diam terjaga
rapat.
Dari pertunjukan ini, penulis senang sekali memaknai ‘diam’
dan kata “tugu” itu sendiri. Kembali lagi pada penceritaan cerita ini
sebenarnya banyak sekali mengandung makna bukan? Ada “tahta” atau “keindahan
yang di perebutkan” kalau ingin mencari lebih dalam. Tapi, penulis sangat
mengidamkan makna tugu dewi Windradi. Sebenarnya, bukan tentang apa yang
teesembunyi di balik itu, tapi suatu nyata bahwa memang manusia selalu punya
tugu dalam dirinya masing-masing. Selalu ada rahasia yang menjelma menjadi ‘diam’.
Dan, pertunjukan drama Wayang Swargaloka ini menyajikannya begitu mengena di
hati para penikmat wayang yang hadir. Menginspirasi tentang ‘diam’, luar biasa
bukan? Karena kalau sudah memilih ‘diam’, dunia pun akan ikut ‘diam’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar