Jika sedikit mengetahui tentang Wisrawa, mungkin kita juga akan mengetahui betapa dilemanya ia saat melakukan sayembara untuk mendapatkan dewi Sukesi yang awalnya diperuntukan untuk anaknya, Raden Danapati. Wisrawa tentulah hanya manusia biasa dalam segala kesempurnaan yang ia miliki, karena nyatanya ia juga bisa dilema, dan itu melemahkannya dalam pendirian.
Wisrawa mampu memenangkan semua tantangan untuk mendapatkan Dewi Sukesi, hingga di akhir tantangan sang dewi memintanya untuk mengajarkan tentang ilmu "Sastra Jendra Hayuningrat", dan dalam mempelajari sebuah ilmu ini tentulah dibutuhkan bimbingan yang khusus antara Wisrawa dan dewi Sukesi. Pembelajaran tentang ilmu ini menjadikan mereka lebih mengenal dan saling mengagumi satu sama lain. Tanpa di pungkiri lagi, akhirnya mereka jatuh cinta. Bukankah cinta memang datang seperti itu? Karena cinta hadir ketika kau mengenalnya. Dan disini Wisrawa merasakan hal seperti itu. Mengenal dewi Sukesi membuatnya menjadi mencintainya, begitupun sebaliknya dengan dewi Sukesi sendiri. Mereka saling jatuh cinta di saat yang tidak semestinya, tapi dengan proses yang memang semestinya.
Ada keraguan dan bimbang yang dirasakan Wisrawa saat meminang dewi Sukesi. Ini bukanlah hal yang ia inginkan pada awalnya, tapi ia putuskan karena Wisrawa tak mampu mengontrol atau menahan rasa cintanya pada Sukesi. Ia tepiskan segala keraguan dan memastikan hatinya untuk meminang Sukesi. Ia mencintai Sukesi, begitupun Sukesi mencintainya... lalu apalagi? Dalam pemikirannya, ia telah menyerahkan semuanya pada waktu.
Nyatanya keegoisan memenangkan semuanya. Karena cinta juga memang egois kan?
Wisrawa tidaklah harus disalahkan sepenuhnya, karena cinta berperan besar dalam kisah ini. Meskipun pada akhirnya ia menjadikan hubungannya dengan anaknya menjadi buruk, Wisrawa menyadari ini sepenuhnya dan rela akan keputusan apapun dari anaknya teruntuk dirinya. Ada kesedihan mendalam yang membuatnya begitu merasa bersalah, tapi cinta tak mampu ditahannya. Wisrawa hanya manusia biasa dengan segala kekhilafan dan nafsu hidup. Tapi ia dan dewi Sukesi mampu menyadarinya. Terlebih ketika mereka di karuniai anak berwujud raksasa seperti Rahwana dan Kumbakarna, lalu anak perempuan berwajah buruk rupa bernama Saparkenaka. Mereka segera bertobat dan memohon ampun atas akan kesalahan dan kekhilafan mereka di masa lalu. Hingga pada akhirnya, lahirlah anak terakhir mereka dengan wujud ksatria yang berbudi luhur, tampan, dan berbakti kepada orangtua dan Tuhan, yang diberi nama Gunawan Wibisana.
Saat khilaf, manusia masih punya waktu untuk menyadari dan bertobat. Semuanya bisa menjadi indah pada akhirnya bukan?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar