pernah suatu hari kau bertanya pada apa yang kau sebut gelap, mencari suatu jawaban dari terang yang selalu mereka impikan. Untuk mereka yang
seringkali takut pada kabut dimalam hari, dan mati-matian menyalakan
senter hanya untuk menembus kabut yang tak pernah bermaksud buruk. Dan
kau bertanya kembali, tentang kabut berwarna putih yang seringkali
ditimpa cahaya terang oleh mereka yang menganggap kabut sebagai
penghalang. Kau terduduk merenung sembari menanam ribuan pertanyaan, dan
itu tidak pernah jauh-jauh dari apa yang kau sebut sebagai gelap dan
mengapa harus disebut dengan gelap.
Pernah sedikit kau memaknai gelap sebagai hal yang suram, karena dari
gelap kita sering tak tahu arah. Namanya juga gelap, ya hitam.
Begitukan? lalu kau tersenyum. Bertanya lagi tentang gelap, dan tentang
kabut putih yang sesekali datang justru tak memberikan penerangan
apapun. Namun dari situ kau belajar, ternyata gelap bisa begitu
kompaknya dengan kabut putih, dan itu memberikan suatu arti hebat
darimu. Tentang apa yang sering mereka pertentangkan mengenai 'hitam'
nya sebuah gelap tidak akan mungkin bersatu dengan 'putih'nya kabut.
Kau tak mengerti lagi. Terdiam lagi. Bertanya lagi. Kau masih seringkali
terduduk dan mencoba berbincang dengan gelap sembari bertanya dengan
seribu pertanyaan berartimu. Tak terhitung lagi berapa kali kau menghela
nafas, terlelap pada gelap yang sampai saat ini belum kau mengerti.
Bermain-main pada alam adalah keindahan yang selalu menjadi mimpimu,
tapi bermain dalam gelap? kau selalu mempertanyakan itu. Karena alam
seringkali terungkap saat ada terang yang bersinar begitu luas
menyelimuti alam. Lalu bagaimana keindahan bisa dirasakan saat gelap?
lagi-lagi kau hanya bisa bertanya.
Lalu kau bertanya kembali tentang kabut putih saat gelap sedang
bermuara. Lagi-lagi kau merasa tak mampu menemukan jawabnya. "Bagaimana
mungkin aku bisa menikmati gelap sedang kabut putih memeluk erat sang
gelap?", kau bertanya dan menggigil hebat usai itu, lalu kau berlalu
mengambil berlapis-lapis baju hangat dan selimut untuk pelindungmu dari
rasa yang kau sebut dingin. Berbaring pada alas karpet berbulu dan
tersayu-sayu hingga mata terpejam. Lagi-lagi semuanya gelap, namun tidak
lagi berkabut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar