Aku mengenalinya, dan itu bukan sebatas kenal dalam arti 'biasa'.
Aku tau bagaimana ia memulai pembicaraannya,
Aku jelas tau bagaimana matanya memandangi sesuatu.
Bahkan aku pernah tau hatinya.
Menelusuri bagian jiwanya yang nyaris tidak terlihat,
tapi bisa terbaca.
Aku tau hal-hal kecil yang ia suka,
dan ia pun tau hal-hal kecil tentang aku.
Kami sering berbagi tanpa sengaja.
Sering berbicara tanpa meminta.
Dan pernah saling menatap tanpa ungkapan.
Kini, aku hanya berani menatapnya melalui pantulan kaca,
Melihatnya berbicara,
Melihat matanya.
Dan melihat bagaimana ia mulai terdiam.
Diam-diam aku telah jadi pengecut ulung.
Nyaliku jelas menciut berada tak jauh darinya.
Berjarak hanya satu kursi.
Dan pantulan kaca selalu menjadi perantara terpercaya.
Melalui pantulan kaca aku melihatnya,
Memandangi yang dulu pernah berani ku tatap langsung.
Berbisik kecil tentang 'keindahan',
Lalu sejenak tersenyum tipis.
Menyadari banyak hal yang telah hilang.
Kebersamaan.
Aku mulai belajar untuk tidak mengelak kenyataan,
Dan menyelusurinya dengan ringkih.
Ribuan kali berseru untuk bertahan diatas panggung hidup.
Mencerna hal yang lebih jelas.
Menatapi hal yang kini terpercaya dan membungkam.
Dari pantulan kaca itu aku tahu,
Mulai belajar mengerti,
Mulai mengetahui banyak yang berubah,
Bahwa 'masa lalu' tak akan pernah kembali.
Dari pantulan kaca itu aku tahu....
*terinspirasi dari suatu cerita tentang "ia" yang sering menatapi pantulan kaca
katanya udh ga mau mikirin?
BalasHapusgak mau mikirin apa?
Hapusgalau adalah proses menuju kedewasaan. Good Luck..
BalasHapus