Nafasmu tertahan. Kau nyaris kehilangan. Tinggal tunggu waktu untuk tau hasil akhirnya.
Kau sudah menangis sesuka hati, dan menatap malam seolah mereka menemanimu dalam kesedihan yang sudah menjadi aktifitas barumu. Lalu kau tersenyum miris sambil menatap bulan kelabu di selimuti oleh kabut hitam. Lagi-lagi kau menghela nafas, seolah lelah, tapi esok kau harus tegar. Menutupi yang sebenarnya kau rasakan adalah pekerjaanmu setiap hari, dan kau menikmatinya.
Kau selalu berkata iri dengan mereka yang terbuka, yang mampu berekspresi dengan segala rasa yang mereka rasakan. Kau menatapi mereka dengan senyum rendah hatimu, menguatkan mereka yang bersedih, dan seolah-olah berkata pada mereka bahwa hidup punya jalan bahagia masing-masing. Aku tahu kau begitu mempercayai kata-katamu, tapi kau munafik. Aku tau bagaimana akhirnya kau selalu meratap perih hidupmu, dan kau tidak sekuat kata-katamu. KAU MEMAKAI TOPENG SOK KUAT.
Kau menjadikan lari sebagai hobi, dan terdiam pada jalan buntu sebagai akhir yang akhirnya kau temukan. Kau mencoba untuk tak merepotkan orang lain tentang perasaanmu, tapi kau menyiksa diri. Kau sering tertawa pada hal-hal yang mereka tangisi, tapi jauh dalam hatimu... aku tau kau ikut menangis. Sedu Sedan.
Kau sama seperti seperti mereka. Menanti.
Kau tau? menanti itu butuh teman, karena kalau tidak ada teman kau akan kesepian dan mati. Dan kau punya banyak teman. Lalu? kenapa tidak butuh mereka untuk menemanimu?
Tidak. Maksudku bukan hanya menemanimu hidupmu yang bertopeng. Pasti ini yang awalnya kau fikirkan.
Kau butuh teman untuk menemanimu dalam sepi, kau butuh mereka untuk tau setidaknya sedikit tentangmu. Beri mereka sedikit ruang untuk temani hatimu. Jangan siksa hatimu.
Mau menanti sendirian? mau mati sendirian?
Terserah kamu sajalah.
Jangan jadi pengecut. Dasar bodoh.
Cepat ambil keputusan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar