Siapa yang mau tahu. Siapa yang tidak mau tahu. Siapa yang
sadar. Siapa yang tidak sadar.
Anggap saja ada yang menyentil, tapi sebenarnya kamu tidak
peduli atau pura-pura tidak paham arti sentilan itu. Memutar-mutar kata dan
mencoba menjadikannya tidak tampak dan bergelut pada blablabla yang kamu anggak
‘ah apa sih’. Seribu cara untuk berlari dalam pengungkapan, menyerang pada diri
menggunakan logika ketidakmungkinan. Anggap saja semuanya basi, anggap saja
semuanya nihil, dan anggap saja semuanya hanya tang ting tung. Kamu menyangkal.
Lalu kemudian ada yang datang, bertanya kepastian, bertanya
ada apa tentang ‘itu’. Sedikit terdiam, tapi hidup terlalu membuatmu pintar
untuk mengalihkan pembicaraan. Mereka terkecoh, tapi kamu mengecohkan diri
sendiri. Ada senyum bangga yang menunjukan betapa hebat pengalaman yang
memampukanmu menolak semua pemikiran, menolak bicara lebih terbuka, dan menolak
dirimu sendiri. Bermain-main pada kata-kata yang kau yakini akan menipu mereka?
Atau sebenarnya untuk menipu dirimu sendiri? Kau tertawa sambil menggelengkan
kepala. Percaya tidak percaya, kemudian kau akan berdiri pada sudut gelap itu. Setelah
hari itu.
Baiklah, anggap saja semua akan berlalu secepat yang kamu
yakini. Hidup akan kembali normal dan jauh dari apa yang kamu anggap tidak ada
itu. Kamu akan bersenang-senang, akan menyapa dengan riang, dan akan tersenyum
pada pagi. Akan ada nafas baru yang membuatmu percaya bahwa hidup barumu telah
tiba dan siap menyambut. Bersorak riang, dan kemudian berpesta pada malam. Lalu…
lalu… kamu lupa bahwa malam adalah waktu tenang, bukan seharusnya untuk
bersenang-senang. Sedikit ‘klik’ saat akhirnya kamu sadar tidak seharunya
berpesta diwaktu malam. Dan kemudian terdiam, ketika tampak di keramaian malam
itu datang sesuatu yang seharusnya kamu hadapi saat tidur. Menyergap. Kemudian
kamu megap-megap.
Mendadak pertanyaan-pertanyaan dimasa lampau menyerbu. Kamu
memaki sekeras mungkin dan tidak mau alasan lagi. Kamu butuh tempat kosong,
tapi tidak menemukannya secepat yang kau mau. Ada kemarahan memeluk jiwa,
menjadikanmu terhenyuk seketika. Ah, kamu mengeluh dengan kesal. Lagi-lagi
bermain hanya pada kata ‘tidak mungkin’, ‘tidak percaya’, dan ‘apa-apaan ini’.
Setelah itu menepi pada malam-malam berkepanjangan, mengikuti sinar seadanya
yang kamu pikir akan menunjukan jalan yang selama ini kamu anggap tidak ada. Kamu
melihat ‘itu’ tapi tidak mau berjalan kesitu. Mendadak kamu menggigil. Kamu lari
tanpa jeda.
“ Hobimu apa sih? “
“ Mencari cahaya.”
“ Untuk hidup? “
“ Ya ”
“ Sudah kamu temukan? “
“ Belum “
“ Ah, kamu menyangkal “
“ Hahahaha.”
“ Hahahaha.”
BASI.