Rabu, 15 Mei 2013

Aku = Penikmat Wayang


Kali ini mau narsis tentang diri sendiri yang suka banget sama wayang, khususnya wayang kulit dan wayang orang. Enggak kerasa udah 2 tahun jatuh cinta sama wayang dan belajar sedikit demi sedikit untuk mengetahui  lebih jauh tentang wayang. Wah, kalau di liat dari masa lalu sama sekali enggak sangka bakal seheboh ini suka sama wayang, karena dulu saya termasuk orang yang super duper cuek sama negara sendiri apalagi sama budayanya. Sering menganggap begitu membosankan dan enggak dapet 'feel' nya, hingga suatu hari akhirnya saya mulai menyadari tentang keindahan wayang dan itu benar-benar merubah!

Berawal dari wayang, saya mulai sedikit-sedikit perhatian dan mencintai negara sendiri ( bukan berarti dulu enggak cinta ya, hanya kurang cinta.hehee). Awalnya memang hanya menikmati wayang, lalu lama-lama saya mencintai tarian-tarian Indonesia, lalu merambat ke hal-hal yang masih ada kaitannya sama tradisional dan budaya, lalu merambat.... merambat.... dan merambat sampai ke  tahapan cinta negara Indonesia dengan skala yang lebih besar dan hikmad:)

Balik lagi ke wayang, biasanya kalau ada pementasan wayang orang yang di adain dan kebetulan ada rezeki di tambah waktunya yang sesuai, pasti langsung nonton tanpa mikir panjang. Entah kenapa saking senengnya mau nonton pementasan selalu bikin saya lupa makan karena enggak laper (lumayan buat diet!), dan alhasil selalu membuat saya kelaparan sesampainya dirumah. Menikmati wayang selalu ada kesan tersendiri yang berbeda, disamping ceritanya, tarian-tarian, nyanyian-nyanyian, dan alunan tembang yang di mainkan selalu menghipnotis secara luar biasa. Saya selalu terkesima, walau terkadang kurang ngerti sama bahasanya. Pedoman saya cuma buku sinopsis dan buku-buku cerita wayang yang pernah saya baca. Tapi dengan adanya pementasan, selalu membuat saya membuka kembali buku-buku pewayangan saya dan mulai lebih memperdalaminya lagi dan lagi.

Mulai keseringan nonton wayang orang mulai membuat saya mengenal sedikit-sedikit nama pemain, dan bahkan saya punya idola sendiri di wayang orang. Yup... gara-gara wayang orang saya jadi ngefans berat sama Pak Ali Marsudi, mungkin kalau sesama pecinta wayang orang pasti tau bapak ini.  Beliau sangat menginspirasi saya sekali, tariannya, nembangnya, dan peran-peran yang di mainkan. Saya nyaris selalu tidak ingin ketinggalan pementasan beliau, tapi kalau waktu sudah berkata lain ya mau di bilang apa, terpaksa enggak bisa nonton deh. Lebaynya saya usai menonton wayang, saya selalu enggak mau ketinggalan foto sama Pak Ali! Mudah-mudahan Pa Ali enggak bosen saya mintain foto bareng terus.hehehe.

Bersama Pak Ali Marsudi

Hey, berkali-kali saya akan bilang nonton wayang itu menyenangkan! Ya... mungkin awalnya kelihatan membosankan atau klasik banget, tapi kalau di dalami lagi kita bisa belajar makna kehidupan banget dari wayang. Sastra wayang itu indah dan luas kalau kita mau belajar mendalaminya. Belajar mengenal wayang sama saja mengenal budaya, dan mengenal budaya selalu menambah makna dalam kehidupan. Dari wayang saya banyak bercermin untuk mengenal diri. Apalagi bahasa-bahasa dalam buku wayang, itu terlalu indah, santun, tapi memberikan banyak pelajaran banget. Lagi-lagi kata 'indah' bisa mendeskripsikan wayang nyaris seutuhnya.

Saat Menyaksikan Ramayana Ballet Prambanan



Saya mencintai wayang, menikmatinya dengan kekaguman, dan selalu belajar dari situ :)
Kalau ada yang suka wayang, mari berbagi :)



#maafnarsis  :D:D

Minggu, 12 Mei 2013

Melalui Pantulan Kaca

Aku mengenalinya, dan itu bukan sebatas kenal dalam arti 'biasa'.
Aku tau bagaimana ia memulai pembicaraannya,
Aku jelas tau bagaimana matanya memandangi sesuatu.
Bahkan aku pernah tau hatinya.
Menelusuri bagian jiwanya yang nyaris tidak terlihat,
tapi bisa terbaca.
Aku tau hal-hal kecil yang ia suka,
dan ia pun tau hal-hal kecil tentang aku.
Kami sering berbagi tanpa sengaja.
Sering berbicara tanpa meminta.
Dan pernah saling menatap tanpa ungkapan.

Kini, aku hanya berani menatapnya melalui pantulan kaca,
Melihatnya berbicara,
Melihat matanya.
Dan melihat bagaimana ia mulai terdiam.
Diam-diam aku telah jadi pengecut ulung.
Nyaliku jelas menciut berada tak jauh darinya.
Berjarak hanya satu kursi.
Dan pantulan kaca selalu menjadi perantara terpercaya.

Melalui pantulan kaca aku melihatnya,
Memandangi yang dulu pernah berani ku tatap langsung.
Berbisik kecil tentang 'keindahan',
Lalu sejenak tersenyum tipis.
Menyadari banyak hal yang telah hilang.
Kebersamaan.

Aku mulai belajar untuk tidak mengelak kenyataan,
Dan menyelusurinya dengan ringkih.
Ribuan kali berseru untuk bertahan diatas panggung hidup.
Mencerna hal yang lebih jelas.
Menatapi hal yang kini terpercaya dan membungkam.
Dari pantulan kaca itu aku tahu,
Mulai belajar mengerti,
Mulai mengetahui banyak yang berubah,
Bahwa 'masa lalu' tak akan pernah kembali.

Dari pantulan kaca itu aku tahu....



*terinspirasi dari suatu cerita tentang "ia" yang sering menatapi pantulan kaca